YUK Mari kita waspadai 10 Gejala Baru Covid-19 yang Tak Terduga
YUK Mari kita waspadai 10 Gejala Baru Covid-19 yang Tak Terduga
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), ada berbagai gejala yang dilaporkan oleh mereka yang telah terinfeksi virus. Umumnya masa inkubasi rata-rata sekitar 5-6 hari, tapi beberapa orang mengalami tanda-tanda infeksi dua hari setelah terpapar. Meski telah banyak mempelajari tentang Covid-19 sejak awal pandemi, hingga saat ini para dokter dan ahli masih terus menemukan gejala baru terkait virus corona. Menurut para dokter, virus corona dapat menimbulkan gejala dari ujung kepala sampai ujung kaki yang bisa berakibat fatal. Baca juga: Bersin Termasuk Gejala Covid-19, Benarkah? Bahkan, mereka juga menemukan bahwa gejala tertentu dapat berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, meski pasien telah dinyatakan negatif Covid-19.
Berikut lima gejala baru yang paling sering dilaporkan:
- Hilangnya indera perasa dan penciuman Salah satu gejala yang muncul pada banyak orang adalah kehilangan kemampuan untuk mengecap dan mencium. Menurut Amir Masoud, MBBS, ahli gastroenterologi Yale Medicine, salah satu gejala awal Covid-19 adalah hilangnya kemampuan indera perasa atau disebut ageusia, gejala ini dapat muncul hanya dalam dua hari setelah terpapar. Seiring dengan hilangnya indera rasa, Dr. Massoud mengatakan kemungkinan mengalami kehilangan indera penciuman yang juga disebut anosmia, di awal infeksi. "Saat virus corona menginfeksi tubuh, virus itu akan menyerang organ penciuman Anda, yang bertanggung jawab atas indera penciuman, dan merusak pembuluh darah yang memberi makan organ ini," jelas William W. Li, MD, dokter, ilmuwan, dan penulis terkenal internasional Buku terlaris New York Times, Eat to Beat Disease: The New Science of How Your Body Can Heal Itself. "Jika Anda mengalami ini bersamaan dengan gejala lainnya, sebaiknya segera beri tahu dokter Anda," sarannya. Pada beberapa orang, gejala ini bahkan bertahan hingga berbulan-bulan. Baca juga: Tak Bisa Mencium Bau, Gejala Covid-19 yang Lebih Khas Dibanding Batuk
- Kesulitan bernapas Sesak napas adalah gejala umum Covid-19, tetapi kesulitan bernapas yang serius bisa menjadi tanda sindrom gangguan pernapasan akut, yang bisa berakibat fatal. Ini gejala lain yang membutuhkan perhatian medis segera. Menurut Harvard Medical School, ada banyak contoh sesak napas sementara yang tidak mengkhawatirkan. Misalnya, ketika Anda merasa sangat cemas, biasanya sesak napas akan muncul tapi kemudian hilang saat Anda tenang. Namun, jika Anda selalu merasa sesak napas atau kesulitan menghirup udara setiap kali Anda memaksakan diri, Anda selalu perlu menghubungi dokter segera.
- Kelelahan Kelelahan merupakan salah satu gejala awal Covid-19. Masalahnya, gejala ini dapat bertahan hingga berminggu-minggu kemudian. "Kami mulai melihat semakin banyak orang yang tampaknya pulih dari virus corona, tapi berminggu-minggu kemudian, mereka merasa lemah, merasa lelah, merasa lesu, hingga merasa sesak napas," kata Fauci. "Ini sangat mengganggu, karena jika banyak orang mengalami ini, maka setelah pulih dari Covid-19 mereka mungkin tidak baik-baik saja. Anda mungkin mengalami minggu-minggu di mana Anda merasa tidak sepenuhnya dalam kondisi baik." Ini adalah fenomena yang disebut "long haul", dan para dokter mengkhawatirkan efeknya pada kesehatan jangka panjang. "Betapa banyak orang yang memiliki sindrom postviral yang sangat mirip dengan myalgic encephalomyelitis / sindrom kelelahan kronis," kata Dr. Anthony Fauci, spesialis penyakit menular nasional terkemukaimbuh Fauci. Melansir CNN, Penyakit kronis, myalgic encephalomyelitis - sindrom kelelahan kronis - dapat berlangsung selama beberapa dekade. Sindrom ini sering kali berakar setelah mengalami beberapa bentuk infeksi virus, seperti virus Epstein-Barr atau virus Ross River. Virus corona tampaknya menjadi satu lagi virus yang berpotensi memicu timbulnya kondisi yang melemahkan ini
- Ruam kulit Menurut Studi Gejala Covid-19, hingga 20% orang yang didiagnosis dengan Covid-19 melaporkan gejala perubahan kulit, seperti ruam merah dan bergelombang; gatal-gatal; atau iritasi yang menyerupai cacar air. Masalah kulit ini sangat umum, sehingga beberapa dokter khawatir tidak ada cukup kesadaran akan potensi bahaya. Para peneliti mendesak pejabat kesehatan untuk menyebut ruam kulit sebagai tanda kunci keempat pada Covid-19 (selain demam, batuk terus-menerus, dan kehilangan bau) .
- Badai sitokin Dalam fenomena ini, sistem kekebalan merespons infeksi dengan bekerja berlebihan, menghasilkan peradangan berlebihan - yang dapat menyebabkan gagal jantung, paru-paru, atau ginjal, dan pembekuan darah yang dapat berakibat fatal. Badai sitokin menjadi salah satu factor yang bertanggung jawab atas tingkat keparahan flu 1918, dan para peneliti percaya Covid-19 memicu reaksi serupa dalam beberapa kasus. Menurut Harvard Medical School, penyedia layanan kesehatan dapat menguji kadar sitokin darah untuk mengukur apakah ini mungkin terjadi. Kini penelitian sedang berlangsung untuk pengobatan yang efektif (steroid seperti deksametason dan hidrokortison telah menunjukkan hasil yang menjanjikan sejauh ini)
- Happy hypoxia Tanpa ditandai gejala apapun, happy hypoxia atau silent hypoxemia mengancam jiwa atau menyebabkan kematian pada pasien yang terinfeksi virus corona SARS-CoV-2. Seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (3/9/2020), Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto pertama-tama menjelaskan, secara umum suatu infeksi di jaringan paru disebut penumonia. Pneumonia akan menyebabkan gangguan sirkulasi oksigen masuk ke dalam darah, yaitu gangguan disfungsi atau gangguan pada vaskuler (pembuluh darah). Hal ini membuat darah tidak teroksigenisasi. "Akibatnya, kandungan oksigen dalam darah rendah atau disebut hipoksemia," kata Agus kepada Kompas.com, Kamis (3/9/2020). Silent hypoxemia atau happy hypoxia ini tidak menimbulkan gejala atau keluhan sakit pada organ-organ tubuh. Hingga saat ini, Agus mengatakan bahwa belum ada penjelasan ilmiah secara pasti dan jelas terkait happy hypoxia yang dialami pasien dengan Covid-19. Kasus happy hypoxia pada pasien dengan Covid-19, kata Agus, sebenarnya sudah terjadi sejak awal ditemukan infeksi virus SARS-CoV-2 di Indonesia Kendati demikian, Agus mengungkapkan bahwa happy hypoxia dapat dicegah dengan melakukan deteksi dini, dengan pemeriksaan kadar oksigen yang bisa dilakukan di fasilitas layanan kesehatan, dan juga bisa dilakukan secara mandiri. Baca juga: Waspada Happy Hypoxia, Pahami Cara Periksa Mandiri dengan Oksimeter Lihat Foto Ilustrasi pasien virus corona, pasien Covid-19(SHUTTERSTOCK/FunKey Factory)
- Gejala neurologis Sebuah penelitian yang diterbitkan di Lancet pada Agustus lalu, menemukan lebih dari 55% orang yang terinfeksi virus corona, masih melaporkan gejala neurologis tiga bulan setelah didiagnosis. Ini bisa termasuk kebingungan, kesulitan berkonsentrasi, kelelahan, perubahan kepribadian, sakit kepala, insomnia, dan kehilangan rasa dan / atau bau. Para peneliti memperingatkan, Covid-19 pada akhirnya dapat menyebabkan "epidemi kerusakan otak," mengingat fenomena tersebut terjadi setelah pandemi flu tahun 1918.
- Peradangan pada jantung Salah satu aspek Covid-19 yang paling dikhawatirkan dokter adalah virus dapat menyerang otot jantung, menyebabkan peradangan yang dikenal sebagai miokarditis. Itu bisa menyebabkan serangan jantung, kerusakan yang bertahan lama atau permanen, bahkan gagal jantung. Sebuah penelitian baru menemukan, 7% kematian akibat Covid-19 kemungkinan disebabkan oleh miokarditis. Lebih menakutkan lagi, selama beberapa minggu terakhir, bukti telah memperkuat bahwa kerusakan jantung dapat terjadi, bahkan di antara orang-orang yang terinfeksi virus corona tanpa gejala. Demikian yang dilaporkan Scientific American pada 31 Agustus. Baca juga: CDC: Tak Hanya Anak-anak, Sindrom Peradangan Covid-19 juga Serang Orang Dewasa
- Pembekuan darah Covid-19 dapat menyebabkan pembekuan darah di dalam tubuh, secara harfiah dari kepala hingga kaki. Satu studi menemukan, bahwa 20% hingga 30% pasien Covid-19 yang sakit kritis mengalami pembekuan, yang dapat mencegah darah beroksigen mengalir ke seluruh tubuh, yang dapat berakibat fatal, termasuk memerlukan amputasi. Hingga kini, para dokter belum yakin mengapa pembekuan terjadi. "Kami belum tahu apakah virus corona itu sendiri merangsang pembentukan gumpalan darah, atau akibat dari respons imun yang terlalu aktif terhadap virus," tulis laman Harvard Medical School.
- Tidak bergejala dari semua gejala yang muncul, ini adalah satu hal dari Covid-19 yang paling membuat frustrasi dokter dan pejabat kesehatan adalah hingga 40% orang yang terinfeksi virus corona tidak menunjukkan gejala, sehingga memungkinkan mereka berbaur di depan umum dan menyebarkan virus corona tanpa sadar. Itu juga membuat pelacakan (tracing) -kunci untuk membendung pandemi- sulit dilakukan. Cara terbaik untuk melindungi diri dan orang lain saat ini adalah dengan konsisten memakai masker dan menjaga jarak sosial.
Sumber berita : Kompas.com 06/11/2020.